Mohon maaf jika tulisan berikut sudah sering dibahas
Mencermati fenomena musik jaman sekarang, apalagi musik Indonesia, banyak
kita jumpai musik yang hanya mengejar pasar dan seolah "mengabaikan"
kualitas musik mereka. Kualitas musik mereka tidak seperti band-band jaman dulu yang
total dalam mengerjakan suatu lagu. Banyak band-band yang hanya menjadi bintang
sesaat.
Ini juga terjadi mancanegara. banyak bermunculan nama baru
seperti Justin bibir dan lady gagal yang sanggup menghinotis jutaan
orang di negara kita ini.
Tapi, disamping itu semua, ada sebuah band bertalenta dan berkualitas
dari amerika yang tergolong sudah berusia tua tapi masih berkarya. band
itu bernama "Dream Theater".
Dalam dunia musik nama band asal Amerika, Dream Theater sudah tidak
asing lagi. Band yang mempunyai aliran preogresif metal ini telah banyak
menciptakan karya-karya yang menurut saya luar biasa. Meskipun beberapa kali sempat berganti-ganti
personel, band ini tetap solid dan “guyub-rukun” dengan
mantan personil-personilnya. (menurut gosip sih begitu)
Di tahun 1999, band mengeluarkan “album konsep” yang berbeda dari album-album mereka sebelumnya. Album tersebut diberi judul
“METROPOLIS Pt. 2: Scenes from a memory” yang merupakan pendalaman dari
lagu
“METROPOLIS Pt. 1: The miracle and the sleeper” yang termuat dalam
album sebelumnya.
Album
Scenes from a memory memuat 12 lagu, terdiri dari 10 lagu biasa dan 2 lagu instrumental.
Lagu-lagu tersebut adalah:
- Regretion
- Overture 1928 (instrumental)
- Strange Dejavu
- Through my word
- Fatal tregedy
- Beyond this life
- Through her eyes
- Home
- The dance of eternity (instrumental)
- One last time
- The spirit carries on
- Finally free
Ada yang unik dari album ini, lagu-lagu di album ini jika dimainkan
dari lagu pertama sampai lagu terakhir secara berurutan akan menjadi
sebuah alur cerita yang menarik untuk diikuti. Cerita tersebut mengisahkan
tentang seseorang bernama Nicholas yang pada tahun 2000 melakukan
perjalanan waktu ke tahun 1928 dengan menggunakan Hypnotherapy.
Dari beberapa blog yang saya baca yang mengulas kisah tersebut dapat saya kisahkan sebagai berikut
diawali dengan bunyi metronom yang frekuensinya mirip detik-detik
jam. Lalu desah napas. Lalu masuklah suara merdu seorang penyanyi
perempuan. Lalu suara keyboard yang hening. Terakhir suara gitar
akustik, diiringi sebuah nyanyian yang lembut. Itulah
"Regression", lagu
pembuka yang menjadi prolog album ini. Prolog ini, yang merupakan
nukilan dari lagu
"The Spirit Carries On" (dengan sedikit pengubahan
lirik), diciptakan oleh John Petrucci, gitaris Dream Theater.
Beberapa kali saya membaca dan mendengar kalau John Petrucci adalah
gitaris yang kurang menjiwai permainannya. Ada yang menyatakan ia
seorang plegmatis yang tampak dingin dan cuek. Bahkan bukan hanya
Petrucci, gaya bermain para personil Dream Theater dianggap seperti
robot kaku. Bila Anda pernah menyimak video instruksional permainan
gitarnya bertajuk
"Rock Discipline", apa yang saya baca dan dengar itu
memang ada benarnya: John Petrucci memang kalem dan tak menggebu-gebu
dalam bicara.
Namun, album
Metropolis Pt. 2: Scenes from a Memory ini
tampaknya menyuguhkan sesuatu yang kontras dengan kekaleman Petrucci. Dream Theater menyusun skenario album yang matang, sekaligus memadukan musik berirama
cadas dan lembut dengan amat memikat.
Saya menyebut adanya skenario yang matang dalam lagu ini karena ada
jalinan kisah yang amat tragis dan pedih dalam lirik-lirik lagu non
instrumental dalam album ini. Petrucci sebagai penggagas album ini
menciptakan paling banyak lirik untuk lagu di album ini. Dari 12 lagu
(tidak termasuk 2 lagu instrumental), Petrucci menciptakan lirik untuk 5
lagu, Mike Portnoy 3 lagu, sementara James LaBrie dan John Myung
masing-masing 1 lirik. Di sinilah sebenarnya keluwesan Petrucci dan
Dream Theater patut diperhitungkan.
Kisah Tragis Asmara Victoria
Saya kurang tahu, apakah ada musisi atau grup band yang pernah
menjadikan album mereka seperti yang dilakukan Dream Theater di sini.
Dari lagu pertama hingga terakhir, ada benang merah berupa jalinan kisah
cinta yang berakhir sangat pedih. Victoria, salah satu tokoh dalam
album ini, mati karena cinta segitiga. (Steve Vai, lewat album Real
Illusions: Reflections pernah melakukan hal yang mirip dengan
menghadirkan tokoh utama bernama Captain Drake Mason. Ia membangun
narasi bagi tiap lagu (mayoritas instrumental) yang diciptakannya.
Namun, kesinambungan kisah antar lagu tak seperti yang dilakukan Dream
Theater, kurang runut. Lagipula, ada beberapa lagu Vai yang direkam
secara live di album ini, sementara Dream Theater merekam semua lagunya
di studio.
Victoria Page (fiktif) yang meninggal di tahun 1928 adalah seorang
gadis yang memiliki mata yang indah. Penggambaran ini ada di dalam lagu
"Through Her Eyes:
Inloving memory of our child, so innocent, eyes open
wide". Victoria menjalin kisah cinta segitiga dengan Julian Baynes
(The Sleeper) dan saudaranya, Senator Edward Baynes (The Miracle).
Di waktu yang lain, di tahun 1999, hiduplah seorang pemuda bernama
Nicholas. Ia mengalami gangguan kejiwaan, merasa pikirannya
dibayang-bayangi oleh Victoria. Ia pergi ke seorang hipnoterapis untuk
menghalau kegalauan batinnya. Di sana ia menjalani sebuah proses
regression therapy untuk “bertemu” dengan Victoria. Lagu pertama pun
dinyanyikan, berjudul Regression. Nicholas masuk ke masa lalu:
“My
subconscious mind, starts spinning through time, to rejoin the past once
again… Hello Victoria so glad to see you my friend.”
Dilagu-lagu berikutnya dikisahkan kalau Nicholas mulai mencari
tahu apa yang sebenarnya terjadi pada Victoria. Lewat imajinasi yang
muncul dari alam bawah sadarnya, cerita seorang pria tua yang tidak
dikenal, dan berita di koran tahun 1928, ia mendapati Victoria telah
dibunuh secara misterius. Ia bangun dari tidurnya selama beberapa kali.
Bolak-baliknya Nicholas dari masa lalu (1928) ke masa kini (1999)
membuat ia merenungkan nasib malang yang menimpa gadis itu sampai ia
menyempatkan diri mengunjungi makam Victoria. Through Her Eyes adalah
lagu dengan latar makam Victoria. Di sana Nicholas merasakan kedekatan
yang luar biasa dengan Victoria dan merasakan kepedihan hatinya. Coba simak penggalan lirik yang mengagumkan ini:
I’m learning all about my life
By looking through her eyes
…
And as her image
Wandered through my head
I wept just like a baby
As I lay awake in bed
Lewat lirik-lirik yang terurai berikutnya, dikisahkan bahwa Julian,
kekasih pertama Victoria, telah mengalami kecanduan alkohol. Indikasi
ini ditemukan dalam lirik lagu
Home: “Shine… lake of fire, lines take
me higher, my mind drips desire, confined and overtired.” Kecanduan ini
membuat Victoria meninggalkannya. Kemudian, perselingkuhan pun
terjadi. Victoria jatuh dalam pelukan Senator Edward.
Nicholas masih belum dapat menguak misteri kematian Victoria yang
rumit. Namun, dari “pengembaraannya” menyusuri kehidupan Victoria, ia
mulai menyadari bahwa Victoria hidup dalam dirinya. Kata-kata
hipnoterapis pada lagu
Fatal Tragedy menjadi jelas maknanya:
“Remember
that death is not the end but only a transition.”
Lalu, terdengarlah lagu fenomenal dalam album ini,
The Spirit Carries
On, yang menjadi klimaks ekspresi John Petrucci dan Dream Theater
menggambarkan pencerahan batin Nicholas. Di lagu ini dengan gamblang
dinyatakan bahwa kehidupan manusia tak hanya berakhir saat kematian.
Simaklah kata-kata Nicholas berikut ini:
I used to be frightened of dying
I used to think death was the end
But that was before
I’m not scared anymore
I know that my soul will transcend
Dan, suara Victoria yang telah mati membuat ia selalu hadir dalam benak Nicholas. Inilah kata-kata Victoria itu:
Move on, be brave
Don’t weep at my grave
Because I am no longer here
But please never let
Your memory of me disappear
Ya, selamanya Victoria akan membayangi pikiran Nicholas. Pada
akhirnya, di lagu terakhir,
Finally Free, Nicholas mulai menguak tabir
kematian Victoria: Senator Edward yang terbakar cemburu membunuh Julian
dengan pistol. Saat itu Victoria memekik, dan Senator Edward berkata,
“Open your eyes, Victoria!” lalu turut membunuh Victoria.
Di bagian akhir, kita mendengar hipnoterapis menyalakan mesin mobil,
berjalan mengenakan sepatu, mendekati Nicholas. Ia mengucapkan
kata-kata yang sama,
“Open your eyes, Nicholas!”
Dan Nicholas pun menjerit, “Aaah!!!”
Nicholas: Reinkarnasi atau Terapi?
Begitulah, sosok Nicholas di masa kini (1999) yang “menyatu” lewat
regression therapy dengan Victoria Page yang tewas di tahun 1928,
digambarkan dalam lagu demi lagu dengan lirik yang apik. Di sinilah
"Dream Theater" menunjukkan kepiawaian mereka menyuguhkan kisah yang
surealis nan rumit dalam lirik-lirik lagu di album ini.
Para pendengar bebas menyusun anggapan dan kesimpulan sendiri:
benarkah memang ada orang yang pernah dihantui dengan orang yang sudah
meninggal di masa lalu? Apakah Nicholas memang merupakan reinkarnasi
dari Victoria; dan hipnoterapis adalah reinkarnasi dari Edward Baynes
(mengingat ia mengucapkan kata-kata yang sama dengan Edward Baynes saat
membunuh Victoria)? Kita bebas menyusun anggapan itu. Saya juga
bertanya-tanya, apakah regression therapy yang dijalani oleh Nicholas
memang ada di dalam dunia psikologi?
Jadi, pertama, bagi yang mempercayai reinkarnasi, kisah Nicholas ini
lebih tepat dipahami sebagai percakapan dua orang di alam bawah sadar
tentang kehidupan dan kematian. Dan kedua, bagi yang tidak mempercayai
adanya reinkarnasi, lagu ini hanyalah pengembaraan pikiran Nicholas yang
di alam bawah sadarnya lewat sebuah proses terapi, menemui sosok
ciptaannya sendiri bernama Victoria yang tewas mengenaskan, dan Victoria
memampukannya untuk menghadapi ajal yang bakal menjemputnya. Dan saya
lebih cenderung untuk “mempercayai” yang kedua.
Satu hal yang saya sayangkan adalah anggapan beberapa orang yang
tampaknya “merohanikan” lagu
The Spirit Carries On. Saya pernah melihat
ada sebuah gambar teman yang sedang berdoa, lalu di bawah gambar itu ia
tulisi bait ini:
If I die tomorrow
I’d be all right
Because I believe
That after we’re gone
The spirit carries on
Ya, walaupun dalam beberapa konsernya lagu ini dinyanyikan dengan
choir yang berseragam mirip choir gerejawi, lagu ini tetap tak bisa
dikategorikan lagu rohani. Memang ada bagian yang motivatif yang juga
memuat nilai-nilai motivatif dan religius secara universal seperti bait
berikut:
I may never find all the answers
I may never understand why
I may never prove
What I know to be true
But I know that I still have to try
Album ini, yang dirilis di tahun 1999, bertitik tolak dari sebuah
lagu di dalam album I
mages and Words yang rilis tahun 1992. Lagu itu
berjudul
Metropolis Pt. 1: The Miracle and the Sleeper. Saya menemukan
kesamaan intro lagu
The Miracle and the Sleeper dan
Overture 1928 juga
Strange Deja Vu: intro yang mantap dan menghentak.
Hal yang unik dari lagu-lagu Dream Theater di album ini — seperti di
album-album lainnya juga — adalah bagaimana mereka konsisten untuk
menyuguhkan musik yang “akademis”. Semua personil Dream Theater (bahkan
Mike Mangini yang baru saja menggantikan Mike Portnoy) memiliki catatan
akademis musikal yang berbobot. Oleh karena itulah, lagu-lagu mereka
jarang ada yang terkategori easy listening.
Dream Theater selalu tampil idealis — dan bahkan bisa dibilang keras
kepala — menyuguhkan musik-musik yang “memaksa” pendengarnya untuk
mendengarkan mereka dengan konsentrasi penuh. Selain itu, beberapa lagu
mereka juga sering berdurasi panjang. Lagu
Beyond This Life, Home, dan
Finally Free di album ini semuanya berdurasi di atas 10 menit. Syairnya
tak terlalu banyak, namun perubahan-perubahan irama dari lambat menuju
cepat — atau sebaliknya — mereka lakukan dengan begitu tertata dan
mulus.
Sejauh ini, idealisme dan konsistensi para personil Dream Theater
telah terbayar dengan popularitas mereka. Popularitas itu pun selalu
terjaga dengan kualitas lirik dan lagu yang mereka hasilkan. Album ini
disebut-sebut sebagai album yang membuat nama mereka berkibar kembali
setelah mereka sebelumnya dikenal luas dengan lagu
Pull Me Under dan
Another Day yang dimuat dalam album
Images and Words tahun 1992. (*)
Pesan dari tulisan di atas adalah kita anak muda harus senantiasa mengasah kemampuan
kita dengan belajar sungguh-sungguh agar keamapuan kita selalu berkembang maju
dan kita dapat menciptakan karya-karya yang luarbiasa dan menjadi inspirasi
bagi setiap orang yang mendalami bidang yang sama maupun yang tidak sama dengan
kita.
Demikian secuil informasi yang ingin saya sampaiakan. Kurang lebihnya saya mohon maaf. Silahkan berikan komentar jika ingin membahkan atau mengurangi.