Candi penampihan terletak di dusun turi desa geger kecamatan sendang
kabupaten tulungagung lebih kurang 32 km dari jantung kota ke arah barat
laut. Berada di lereng gunung wilis dengan ketinggihan 815 mdpl. Jalan
menuju lokasi saat ini 97 % sudah beraspal korea 2 % aspal biasa dan 1 %
rabat beton, jadi kalau kesana membawa sepeda motor bisa langsung
nyampek area lokasi candi. Kenapa jalannya bagus dan memadai karena
kawasan ini oleh pemda tulungagung dijadikan kawasan agropolitan yaitu
kawasan yang khusus untuk memproduksi berbagai tanaman sayur mayur dan
saat ini cukup banyak investor lokal dan investor asing yang masuk.
Area sekitar candi penampihan sejak jaman kolonial Belanda terkenal sebagai penghasil teh. Hal ini terbukti dari sisa-sisa puing bangunan peninggalan Belanda yang dulu menjadi saksi. Namun semenjak awal tahun 2000an karena harga teh yang tak stabil dan terus merugi perusahaan yang pengelolaannya dibawah Puskopad tersebut gulung tikar. Lahan-lahan yang dulu menjadi kebun teh kini dialih fungsikan untuk menanam tenaman sayur-mayur, Lahan-lahan tersebut kini sudah menjadi milik warga dengan status hak milik. Saat ini masih disisakan lahan sekitar 1 hektar di sekitar situs Candi Penampihan.
Candi Penampihan merupakan candi Hindu, memiliki 3 teras dengan posisi Candi utama terletak di bagian paling atas. Bentuknya seperti timbunan padi sebagai perlambang kemakmuran. Candi lain bentuknya seperti kura-kura yang dikelilingi arca naga. Mengenai candi yang susunannya berbentuk Kura-kura melambangkan perwujudan dewa-dewa Wisnu. Awalnya di atas candi ada arca Bima namun hilang. Teras kedua untuk tantri. Sedangkan di teras ketiga terletak prasasti. Prasasti tersebut bernama prasasti Tinulat. Prasasti ini ditulis dengan menggunakan bahasa Jawa Kuno dengan cerita yang tertulis di prasasti, candi ini diperkirakan dibangun sekitar abad 9 hingga 10 pada era kerajaan Mataram Hindu semasa era pemerintahan Dyah Balitung. Tersebut juga dalam prasasti nama Mahesa Lalaten namun tiada sumber yang cukup mengenai siapakah sosok tersebut. “Disebut juga kisah seorang Raja Putri. Diperkirakan raja putri tersebut adalah Dewi Kilisuci, Seorang raja putri dari kediri tertulis di Prasasti ada di bagian bawah. Di candi ini dulunya juga ada arca Dwarapala namun arca tersebut hilang di tahun 2000an. Di sebelah utara ada relief dengan menggunakan gambar 3 ekor Gajah. Ada gambar hewan-hewan yang hidup di daerah ini seperti kera, burung, ular, ayam.
Candi Penampihan dulunya menjadi tempat pemujaan mulai era Mataram Hindu, Singosari, Kediri hingga Majapahit. Di prasasti tersebut tercatat juga nama Wilis yang kemudian dikenal menjadi nama gunung ini. Wilis sendiri artinya hijau, subur.
Konon legendanya Gunung Wilis dulunya merupakan gunung yang aktif. Karena terjadi Samudra Mertana atau pemutaran Air Samudera akhirnya terjadi perpindahan dan memunculkan banyak sumber air yang meredam aktifitas gunung sehingga sekarang Wilis tak lagi aktif.
Mengenai asal-usul nama candi penampihan berawal dari kisah seorang pembesar dari Ponorogo yang jatuh hati dengan putri dari Kediri yaitu dewi kilisuci. Ternyata lamarannya ditolak kalaupun diterima ada begitu banyak permintaan. Dari Kediri pulang kemudian mampir di daerah ini. Menggunakan candi ini sebagai tempat pemujaan dan menyepi. “ Penampihan artinya penolakan. Bisa juga Tampi menerima namun dengan syarat” .
Kalau anda ingin tahu lebih banyak dan detail mengenai Candi ini tidak rugi kalau pada waktu anda berkunjung menemui penjaga candi yang bernama Winarti. Sudah cukup lama ia menjadi penjaga candi. Dimulai dari ketika ia menjadi tenaga honorer mulai tahun 1977 dan resmi menjadi pegawai negeri tahun 1983
Area sekitar candi penampihan sejak jaman kolonial Belanda terkenal sebagai penghasil teh. Hal ini terbukti dari sisa-sisa puing bangunan peninggalan Belanda yang dulu menjadi saksi. Namun semenjak awal tahun 2000an karena harga teh yang tak stabil dan terus merugi perusahaan yang pengelolaannya dibawah Puskopad tersebut gulung tikar. Lahan-lahan yang dulu menjadi kebun teh kini dialih fungsikan untuk menanam tenaman sayur-mayur, Lahan-lahan tersebut kini sudah menjadi milik warga dengan status hak milik. Saat ini masih disisakan lahan sekitar 1 hektar di sekitar situs Candi Penampihan.
Candi Penampihan merupakan candi Hindu, memiliki 3 teras dengan posisi Candi utama terletak di bagian paling atas. Bentuknya seperti timbunan padi sebagai perlambang kemakmuran. Candi lain bentuknya seperti kura-kura yang dikelilingi arca naga. Mengenai candi yang susunannya berbentuk Kura-kura melambangkan perwujudan dewa-dewa Wisnu. Awalnya di atas candi ada arca Bima namun hilang. Teras kedua untuk tantri. Sedangkan di teras ketiga terletak prasasti. Prasasti tersebut bernama prasasti Tinulat. Prasasti ini ditulis dengan menggunakan bahasa Jawa Kuno dengan cerita yang tertulis di prasasti, candi ini diperkirakan dibangun sekitar abad 9 hingga 10 pada era kerajaan Mataram Hindu semasa era pemerintahan Dyah Balitung. Tersebut juga dalam prasasti nama Mahesa Lalaten namun tiada sumber yang cukup mengenai siapakah sosok tersebut. “Disebut juga kisah seorang Raja Putri. Diperkirakan raja putri tersebut adalah Dewi Kilisuci, Seorang raja putri dari kediri tertulis di Prasasti ada di bagian bawah. Di candi ini dulunya juga ada arca Dwarapala namun arca tersebut hilang di tahun 2000an. Di sebelah utara ada relief dengan menggunakan gambar 3 ekor Gajah. Ada gambar hewan-hewan yang hidup di daerah ini seperti kera, burung, ular, ayam.
Candi Penampihan dulunya menjadi tempat pemujaan mulai era Mataram Hindu, Singosari, Kediri hingga Majapahit. Di prasasti tersebut tercatat juga nama Wilis yang kemudian dikenal menjadi nama gunung ini. Wilis sendiri artinya hijau, subur.
Konon legendanya Gunung Wilis dulunya merupakan gunung yang aktif. Karena terjadi Samudra Mertana atau pemutaran Air Samudera akhirnya terjadi perpindahan dan memunculkan banyak sumber air yang meredam aktifitas gunung sehingga sekarang Wilis tak lagi aktif.
Mengenai asal-usul nama candi penampihan berawal dari kisah seorang pembesar dari Ponorogo yang jatuh hati dengan putri dari Kediri yaitu dewi kilisuci. Ternyata lamarannya ditolak kalaupun diterima ada begitu banyak permintaan. Dari Kediri pulang kemudian mampir di daerah ini. Menggunakan candi ini sebagai tempat pemujaan dan menyepi. “ Penampihan artinya penolakan. Bisa juga Tampi menerima namun dengan syarat” .
Kalau anda ingin tahu lebih banyak dan detail mengenai Candi ini tidak rugi kalau pada waktu anda berkunjung menemui penjaga candi yang bernama Winarti. Sudah cukup lama ia menjadi penjaga candi. Dimulai dari ketika ia menjadi tenaga honorer mulai tahun 1977 dan resmi menjadi pegawai negeri tahun 1983